Di pesisir Jakarta, tepatnya di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, sebagian warga dari anak hingga renta hidup berdampingan dengan ancaman polusi udara yang tidak aman. Itu lantaran Rusunawa Marunda berada di dekat kawasan industri yang tiap hari menyajikan pemandangan kepulan asap dari cerobong pabrik hingga aktivitas hilir mudik kapal tongkang pembawa batu bara di Pelabuhan Marunda.

Hal tersebut berdampak pada warga karena debu dan polusi udara telah menyebabkan gangguan kesehatan. "Dulu sebelum di relokasi ke rusun ini, anak saya sehat-sehat aja. Sakit flu, batuk kalau lagi musimnya aja. Kulitnya mulus, padahal tinggal di tempat yang bisa dibilang lebih kumuh daripada rusun ini. Tapi, semenjak tinggal di sini, anak-anak sering banget sakit batuk, gatal-gatal juga," ujar Novi, salah satu warga Rusun Marunda, kepada Republika.Id, beberapa waktu lalu.

Berdasarkan data dari Forum Masyarakat Rusun Marunda, sebanyak 63 orang warga menderita penyakit batuk, gatal-gatal, dan ISPA dengan tingkat keparahan yang beragam. Sebanyak 20 persen penderita adalah anak-anak.

Warga meyakini, penyebab beragam penyakit yang mereka derita adalah debu dan polusi udara yang tiap hari mereka rasakan dalam jangka waktu lama. Mereka dipaksa hidup di tengah kepulan asap cerobong pabrik dan debu batu bara yang bertebaran di lantai, dinding, hingga atap-atap rumah.

Berdasarkan data dari Forum Masyarakat Rusun Marunda, sebanyak 63 orang warga menderita penyakit batuk, gatal-gatal, dan ISPA dengan tingkat keparahan yang beragam. Sebanyak 20 persen penderita adalah anak-anak.

Polusi udara diketahui bisa menyebabkan dampak bagi tubuh, bahkan untuk kulit. Dokter spesialis kulit, kelamin, dan estetik Arini Astasari Widodo mengungkapkan, partikel-partikel dari polusi udara dapat menyebabkan reaksi peradangan, gatal-gatal, kemerahan, bahkan masalah kulit, seperti dermatitis atau eksim.

Dokter Arini menegaskan, partikel halus dan debu dari pembakaran batu bara dapat merusak skin barrier karena partikel tersebut mengandung bahan kimia berbahaya yang dapat merusak kulit.

"Pengennya tuh ada tindakan yang jelas dari pemerintah setempat untuk penanganan kesehatan masyarakat di rusun. Kalau saya disuruh ke puskesmas, terus cuma dikasih salep gatal atau beli obat, ngapain? Kan saya pengen tahu penyebabnya apa, pencegahannya seperti apa. Capek kalau harus berobat terus, kasihan anak kalau udah gede punya penyakit dan kulitnya korengan," tutup Novi.

Kini, warga Marunda melalui Forum Masyarakat Rusun Marunda akan sedikit lebih lama bertahan dan berjuang menyuarakan hak-haknya untuk hidup aman di ruang yang sehat di hadapan tembok besar bernama kekuasaan.

Foto dan Teks

Thoudy Badai

 

Editor

Edwin Putranto

 

Desain

Baskoro Adhy

top

Hidup di Bawah Ancaman Bayang-Bayang Polusi Udara